Liputan6.com, Bandung Langit cerah menaungi kawasan Gudang Selatan, Kota Bandung, ketika Meyta Retnayu Lestari tiba di gedung tua yang pernah berfungsi sebagai gudang tentara. Siang itu, ia akan mengepak tas kulit yang sudah dipesan beberapa pelanggannya.
Sebagai pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tas kulit dengan merek Kaynn Craft, aktivitas mengepak barang sudah menjadi rutinitas sehari-hari Meyta. Ia menyadari branding toko memang penting, tetapi pembeli juga membutuhkan kemasan yang simpel dan aman sampai ke tangan mereka.
Di salah satu pojok ruang kerja, sorotan mata Meyta tak sedikitpun berpaling untuk memastikan barang pesanan tidak rusak ataupun cacat. Sebelum barang dikemas, tangannya terlihat melapisi barang dengan bubble dan wrap. Tujuannya, menahan guncangan saat pengiriman.
Tak butuh waktu lama, Meyta menyerahkan boks berisi tas kulit ke kurir JNE yang kebetulan agennya masih berada di kawasan Gudang Selatan. Setelah memastikan bahwa produk sudah siap kirim, Meyta pun mengaku lega sudah menyelesaikan tugasnya waktu itu.
“Saya sudah biasa pakai JNE sejak 2009. Satu tahun sebelum Kaynn Craft berdiri sampai sekarang,” ucap Meyta membuka obrolan dengan Liputan6.com, Kamis (23/12/2021).
Bagi para pelaku UMKM kerajinan tangan berbahan dasar kulit, kreativitas dalam menghasilkan produk yang baik dan bermanfaat saja tidak cukup. Meyta yang melakoni usaha produksi berbagai kerajinan tangan ini mengakui, penjualan secara daring dan pengiriman barang yang baik menjadi salah satu kunci kesuksesan usahanya selama ini.
Dalam menghadapi berbagai macam karakter pelanggan, Meyta mengaku perlu kesabaran. Namun, sejauh ini tidak ada permintaan yang aneh-aneh dari pelanggannya.
“Pernah saya pakai jasa kurir yang lain, kalau jangkauannya aneh (jauh) tetap dimasukkan ke JNE. Itu waktu zaman dulu,” ujar lulusan Fakultas Seni dan Rupa dari Institut Teknologi Bandung (FSRD-ITB) itu bercerita pengalamannya.
Hal penting lainnya, kata Meyta, adalah soal pengiriman barang. Pengemasan menjadi hal penting guna memastikan produk sampai pada pembeli dalam kondisi baik dan tidak ada kerusakan.
“Kalau pengepakan menurut saya lebih baik dilakukan sendiri. Karena setelah barang selesai dikepak, dari pihak kurir biasanya hanya sekadar membungkus. Setelah itu barang langsung dijemput,” cetusnya.
Setiap melakukan pengiriman barang, ada mobil boks JNE yang menjemput. Mengingat pelayanannya yang prima dan biaya kirim yang bersahabat, Meyta merasakan banyak mendapat manfaat.
“Kita biasa dijemput pakai mobil karena barang-barang yang dikirim adalah tas-tas besar. Ukuran boksnya bisa 35-50 cm,” ucapnya.
Menurut Meyta, perhatian perusahaan jasa pengiriman dan logistik ini terhadap kondisi UMKM sangat tinggi. Karena itu, pengiriman barang yang diproduksi oleh UMKM sangatlah penting agar bisa cepat sampai ke tangan pelanggan.
“Mereka kalau ada apa-apa seperti klaim, ditanganinya lebih profesional. Selain itu, jangkauan pengiriman JNE juga lebih luas,” cerita ibu dua anak ini.
Anggota Tetap JLC
Selain itu, Meyta yang juga merupakan anggota JNE Loyalty Card (JLC) mengaku mendapat berbagai keuntungan. Di mana setiap anggota mendapatkan poin dalam setiap transaksi. Poin tersebut dapat ditukarkan hadiah menarik.
JLC merupakan program regenerasi dari JNE Card yang bermula dari 2009. Program ini dibuat dengan tujuan mengetahui basis data pelanggan JNE. Seperti bagaimana, kapan dan waktu pelanggan melakukan transaksi.
Hal lainnya, program yang pendaftarannya bisa dilakukan secara daring sejak 2014 ini dapat mengetahui produk JNE apa yang paling diminati. Hal itu sangat berguna untuk pengembangan bisnis JNE ke depannya.
“Sebagai anggota JLC, yang paling terasa adalah penawaran pengembalian uang sebesar 5 persen. Sejauh ini saya masih memakai keanggotaan pribadi, belum sampai ke korporat,” tuturnya.
Sasar Pasar Dalam Negeri
Kaynn Craft memproduksi aneka ragam tas kulit di Bandung, Jawa Barat, sejak 2010 dengan wilayah pemasaran dalam negeri dan tujuan ekspor ke Australia, Singapura, dan Malaysia. Sebelum terjun ke bisnis kerajinan tangan, awalnya Meyta menjual tas berbahan kain dan kanvas.
Nama Kaynn sendiri tidak ada artinya. Pemberian nama ini spontan dari Meyta yang hampir setiap hari berhubungan dengan material kain baik semasa kuliah kriya tekstil di ITB maupun bekerja ketika baru lulus.
“Sejak dulu saya memang sudah suka mengerjakan kerajinan tangan. Itu sebabnya, saya memilih kuliah di jurusan FSRD ITB,” kata Meyta.
Lulus pada 2009, Meyta pindah ke Bali dan bekerja selama dua tahun di sebuah butik kerajinan tangan. Selama berada di Bali, Meyta banyak belajar mengenai proses produksi, pengawasan kualitas, hingga pemasaran produk jadi. Hal yang dianggapnya penting sebagai modal pengalaman sebelum membuka usaha sendiri.
Dengan modal awal Rp500 ribu pada 2010, Meyta memulai bisnis simpel yaitu membuat aksesori, seperti gelang, dompet, dan gantungan kunci berbahan dasar kulit sapi. Ia menjualnya dari teman ke teman, media sosial, dan juga pameran kerajinan kreatif seperti Pasar Seni ITB.
“Waktu itu kepikirannya bikin tas disablon atau istilahnya tote bag. Pada masa itu jualan tote bag sehari lumayan dapatnya,” ucap Meyta.
Melihat peluang itu, Meyta menyadari kalau bisnis tas kulit belum ramai. Ia pun mendesain dan membuat sekitar puluhan tas kulit tiap bulannya dengan mempekerjakan 11 perajin. Target pasarnya memang untuk wanita dewasa.
Bukan kembali ke Bali, Meyta justru terus mengepakkan sayap bisnis tas kulitnya. Bukan karena bosan dengan bisnis tas kain, Meyta merasa kalau desainnya semakin banyak ditiru orang.
“Saya pikir kenapa enggak naik level karena pada waktu itu tas kulit masih jarang. Sejak 2011 bikinlah tas kulit 2011,” ucapnya.
Bahan kulit yang digunakan Meyta ialah kulit sapi. Walau belakangan memakai kulit kambing yang pilihan warnanya lebih banyak ketimbang kulit sapi. Selain menjadi tas, Meyta juga berhasil mengubah limbah kulit tersebut menjadi dompet, gantungan kunci, gelang, hingga sandal.
Untuk menjaga kualitas, Meyta langsung mengontrol pemilihan bahan material. Sempat memilih kulit pabrikan kualitas ekspor ketimbang kulit hasil perajin lokal, Meyta kini lebih menyukai kulit lokal.
“Jadi, pemikirannya dibalik, lihat bahan bakunya seperti apa kemudian dituangkan jadi model. Toh barang yang dihasilkan tidak tergantung pada musim. Mau bahan seperti apa kalau materialnya bagus, mau dijadiin model apapun bagus,” tuturnya.
Meski begitu, Meyta terus memperhatikan kekuatan dan kerapian jahitan. Di samping desain yang tanpa batas waktu atau timeless.
Dalam menekuni bisnisnya, Meyta melibatkan 20 perajin yang menyediakan jasa menjahit produk berbahan dasar kulit. Keterlibatan puluhan perajin itu dilakukan untuk memenuhi target pesanan pelanggan.
“Jadi, aku ada enam vendor, empat vendor tas, satu alas kaki dan satu aksesori. Mereka mengutamakan pesanan saya karena dititipkan mesin jahit,” cetusnya.
Strategi Memanfaatkan Momentum
Kapasitas produksi Kaynn Craft mencapai sekitar 600 unit per bulan. Meyta sendiri bukan pengusaha yang berharap usahanya laku tiba-tiba kemudian tenggelam dalam waktu singkat.
Pertumbuhan bisnis Meyta terus naik tapi tidak cepat. Sampai 2019, usahanya terus stabil karena seratus persen mengandalkan perajin.
Tak hanya itu, sudah ada 50 nama katalog yang diproduksi Kaynn Craft. Uniknya, tidak ada istilah tidak diproduksi lagi untuk setiap katalog yang dihasilkan Meyta. Jika ada pelanggan ingin dibikinkan tas dengan katalog lama, Meyta siap memproduksi ulang.
“Kita punya garansi seumur hidup supaya orang semakin percaya pada kita. Kalau ada apa-apa, mereka bisa minta perbaikan dengan garansi,” ucapnya.
Tahun 2014 menjadi momen terbaik penjualan Kaynn Craft. Meyta yang menjual produknya hanya lewat Instagram dan pameran, mendulang keuntungan yang nilainya bisa mencapai angka Rp500 juta per bulan.
“Waktu pakai Instagram 2014 itu tadinya foto-foto barang tujuan utamanya untuk portofolio, belum kepikiran jualan. Suatu hari ada yang nanya harganya berapa, lalu dari situ kepikiran kalau Instagram bisa jualan,” kata Meyta.
Sejak saat itu, Kaynn Craft terus mendapatkan ceruk pasar terutama dari Jakarta. Jarak Bandung dan Jakarta memudahkan bisnis yang ditekuni Meyta. Bahkan beberapa produknya sempat dipakai sejumlah selebritis di Tanah Air.
“Tapi sampai detik inipun saya enggak pernah mengiklan dengan menggunakan selebritis, tetap organik,” kata Meyta sambil menegakkan alis.
Pandemi, Beralih ke Digitalisasi
Hantaman pandemi Covid-19 turut dirasakan Meyta. Bisnis Kaynn Craft yang dirintisnya selama satu dekade mulai terdampak pandemi sejak September 2020.
Sejak diumumkannya kasus pertama Covid-19 pada Maret 2020 lalu, Kaynn Craft masih belum terasa goyah hingga September 2020. Satu bulan kemudian, barulah bisnis Meyta mulai menurun tajam.
Tak mau habis akal, Meyta mulai memperdalam digitalisasi bisnisnya. November 2020, ia bekerja sama dengan sebuah digital agency untuk meningkatkan iklan di media sosial.
Jika target pasar Kaynn Craft selama ini berkisar di daerah Jakarta, Bogor, Surabaya, dan Makassar, berkat iklan yang terus dipenetrasikan ke daerah timur cukup membuahkan hasil.
“Waktu itu enggak sampai sebulan, padahal biasanya 2-3 bulan setelah bayar iklan, sudah naik lagi pasarnya. Ada yang dikirim ke Timika, Jayapura, bahkan ke NTT. Memang Jakarta masih paling banyak, tapi setelah menggunakan jasa iklan ini pasarnya jadi lebih meluas,” tuturnya.
Memasuki 2021, bisnis Meyta terlihat semakin stabil seiring dengan penjualan melalui pasar daring. Untuk tahu seseorang membeli, pasar daring membantunya untuk mengetahui data penjualan dan sebagainya.
“Sampai Desember sebetulnya sudah menuju normal. Di Januari-Februari mulai normal. Kalau sekarang sudah stabil lagi,” ujar Meyta.
Menurut Meyta, menggunakan jasa digital agency bisa menjadi solusi bagi para UMKM yang masih konvensional. Selain menghemat waktu, hal ini dianggap lebih efektif untuk menaikkan penjualan secara langsung.
Tak hanya itu, Meyta menilai saat ini layanan yang baik menjadi nilai lebih yang dipertahankan bisnisnya. Dengan layanan kepada konsumen setelah membeli produk yang ditawarkan seperti pengembalian produk, tukar ukuran, dan tukar warna, membuat para pelanggan betah dan bahkan memesan ulang di toko daringnya.
Saat ini, Kaynn Craft sudah menjalani bisnisnya 90 persen secara daring baik melalui sosial media dan pasar daring. Bagi Meyta perubahan perilaku pelanggan yang ada secara otomatis menjadi pendorong bagi para pelaku usaha untuk mampu beradaptasi di ranah daring.
“Dengan segala risiko yang ada, jualan di marketplace memang banyak tantangannya. Tapi hal ini yang membuat saya selalu bikin produk yang baru terus. Okelah ada orang-orang yang nyontek barang kita, tapi kita punya kuncian yang hanya kita yang tahu,” ujarnya.
Penting Bagi UMKM Memanfaatkan Sarana Digital
Momentum pemulihan ekonomi tak bisa dilepaskan dari peranan UMKM sebagai pilar kebangkitan ekonomi nasional yang harus dimaksimalkan. Dalam era industri 4.0, transformasi UKM untuk mampu memanfaatkan sarana digital dinilai esensial.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada triwulan II perekonomian Jawa Barat naik 6,13 persen dibandingkan dengan 2020. Sektor perekonomian, jasa, dan kesehatan memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, namun Jawa Barat masih memiliki pekerjaan yang dituntaskan yaitu transformasi digital UMKM.
Namun, dari 4.496.484 UMKM di Jawa Barat, sebanyak 3,5 juta UMKM belum go digital.
Menjawab urgensi digitalisasi itu, Manajer Cabang JNE Bandung Iyus Rustandi menyatakan pihaknya siap berkolaborasi dengan berbagai pihak terutama UMKM Bandung.
“Kita menyediakan e-fulfillment yang menjadi salah satu bagian dari upaya kami untuk meningkatkan daya saing teman-teman UMKM. Dan ada juga solusi digital payment, kami bekerjasama dengan para fintech. Jadi, pelanggan saat COD bisa juga melakukan pembayaran dengan dompet digital,” kata Iyus dalam acara daring bertajuk JNE Goll..aborasi Bisnis Online, 27 September lalu.
Iyus menjelaskan, e-fulfillment merupakan suatu layanan yang ditawarkan oleh JNE berupa proses distribusi mulai dari penerimaan, pengepakan, penyimpanan, pengemasan dan pengiriman order produk. Tak hanya itu, JNE juga kerap melaksanakan giveaway dan cashback berkala berkolaborasi dengan pelanggan UMKM di Bandung.
Lebih jauh Iyus mengatakan, JNE terus berkomitmen dalam pengembangan UMKM dengan berbagai program serta layanan yang dihadirkan. JNE Bandung juga terus aktif mengajak para UKM menjadi anggota JLC, melakukan edukasi agar bisnis UMKM dapat meningkat dengan pengiriman logistik yang bersahabat, dan yang lainnya.
“Begitu juga dengan terus mengajak UMKM bergabung di Pesona (Pesanan Oleh-Oleh Nusantara) yang merupakan salah satu platform food e-commerce yang dimiliki JNE untuk dapat memberikan wadah UMKM memasarkan produknya,” tuturnya.
Sementara itu, tim Sales Counter Officer (SCO) JNE Kantor Cabang Utama Bandung M Janu Mufasad mengatakan untuk memberikan pelayanan ekstra kepada setiap pelanggan, pihaknya melakukan penjemputan ke tempat pelanggan.
Menurutnya, sudah menjadi rutinitas bagi tim SCO JNE Bandung melakukan penjemputan ke tempat pelanggan. Hal ini bertujuan untuk membantu para pelanggan dalam proses pengiriman.
Selain itu, langkah ini juga untuk mengajarkan kepada pelanggan tata cara pengepakan agar barang yang dikirim terlihat rapi dan aman saat proses pengantaran.
“Tim SCO JNE Bandung juga sekalian memberikan penyuluhan tentang program, dan promo yang sedang berlangsung,” kata Janu.
Untuk mempercepat perputaran barang, Janu mengatakan pihaknya juga rutin melakukan proses serah terima kepada tim outbond langsung.
“Dulu, awal program penjemputan kami menggunakan motor. Namun seiring dikenalnya service JTR dan sekarang cakupan JTR sudah bisa ke seluruh Indonesia, kiriman barang dengan berat dan ukuran besar-besar pun semakin meningkat dan sekarang penjemputan pun harus melakukan mobil,” tuturnya.
JNE Terus Bertumbuh
Direktur JNE Chandra Fireta mengungkapkan, bisnis JNE yang tetap tumbuh dan berjalan dengan baik, terutama dalam hal operasional harus terus dipertahankan dengan memberikan pelayan terbaik kepada pelanggan.
“Kita bersyukur secara bisnis perusahaan terus tumbuh sekalipun dihantam pandemi Covid-19,” kata Chandra.
Ia menambahkan, di tahun depan JNE akan fokus pada investasi terkait infrastruktur teknologi agar tetap terdepan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan sebab persaingan semakin ketat.
Hal senada diungkapkan oleh Direktur JNE Edi Santoso bahwa JNE harus terus menjaga kualitas operasional dan juga jaringan serta teknologi terbaru. “Jaringan harus ditunjang dengan teknologi, karena bukan hanya kecepatan yang diinginkan oleh para pelanggan akan tetapi mengenai informasi pengiriman yang selalu real time bisa disajikan,” ujarnya.
Presiden Direktur JNE M Feriadi Soeprapto mengatakan bahwa para pelaku industri kreatif kerap disibukan dengan proses penyimpanan di gudang, pengaturan stok barang, pengepakan, sampai dengan pengiriman paket ke tiap pembeli.
Hal itu berpotensi menurunkan konsentrasi terhadap upaya peningkatan penjualan, pengembangan atau inovasi produk dari segi kuantitas maupun kualitas, dan yang lainnya.
“Agar dapat mengatasi tiap tantangan dan meraih tiap peluang di era digital, maka sinergi dan kolaborasi bersama dengan mitra strategis harus terus dilakukan,” dia menandaskan.